Wednesday, January 4, 2017

11:52 PM 0 Comments


LAPORAN PENDAHULUAN VOMITUS (MUNTAH)


LAPORAN PENDAHULUAN VOMITUS (MUNTAH)

A.    Definisi
Muntah adalah suatau refleks kompleks yang diperantarai oleh pusat muntah di medulla oblongata otak.
Muntah adalah pengeluaran isi lambung secara eksklusif melalui mulut dengan bantuan kontraksi otot- otot perut. Perlu dibedakan antara regurgitasi, ruminasi, ataupun refluesophagus. Regurgitasi adalah makanan yang dikeluarkan kembali kemulut akibat gerakan peristaltic esophagus, ruminasi adalah pengeluaran makanan secra sadar untuk dikunyah kemudian ditelan kembali. Sedangkan refluesophagus merupakan kembalinya isi lambung kedalam esophagus dengan cara pasif yang dapat disebabkan oleh hipotoni spingter eshopagus bagian bawah, posisi abnormal sambungan esophagus dengan kardial atau pengosongan isi lambung yang lambat.
B.     Etiologi
Pembahasan etiologi muntah pada bayi dan anak berdasarkan usia adalah sebagai berikut
Usia 0 – 2 Bulan :
1.         Kolitis Alergika
Alergi terhadap susu sapi atau susu formula berbahan dasar kedelai. Biasanya diikuti dengan diare, perdarahan rektum, dan rewel.
2.         Kelainan anatomis dari saluran gastrointestinal
Kelainan kongenital, termasuk stenosis atau atresia. Manifestasinya berupa intoleransi terhadap makanan pada beberapa hari pertama kehidupan.
3.         Refluks Esofageal
Regurgitasi yang sering terjadi segera setelah pemberian susu. Sangat sering terjadi pada neonatus; secara klinis penting bila keadaan ini menyebabkan gagal tumbuh kembang, apneu, atau bronkospasme.
4.         Peningkatan tekanan intrakranial
Rewel atau letargi disertai dengan distensi abdomen, trauma lahir dan shaken baby syndrome.
5.         Malrotasi dengan volvulus
80% dari kasus ini ditemukan pada bulan pertama kehidupan, kebanyakan disertai emesis biliaris.
6.         Ileus mekonium
Inspissated meconium pada kolon distal; dapat dipikirkan diagnosis cystic fibrosis.
7.         Necrotizing Enterocolitis
Sering terjadi khususnya pada bayi prematur terutama jika mengalami hipoksia saat lahir. Dapat disertai dengan iritabilitas atau rewel, distensi abdomen dan hematokezia.
8.         Overfeeding
Regurgitasi dari susu yang tidak dapat dicerna, wet-burps sering pada bayi dengan kelebihan berat badan yang diberi air susu secara berlebihan.

9.         Stenosis pylorus
Puncaknya pada usia 3-6 minggu kehidupan. Rasio laki-laki banding wanita adalah 5:1 dan keadaan ini sering terjadi pada anak laki-laki pertama. Manifestasi klinisnya secara progresif akan semakin memburuk, proyektil, dan emesis nonbiliaris.

Usia 2 bulan-5 tahun
1.         Tumor otak
Pikirkan terutama jika ditemukan sakit kepala yang progresif, muntah-muntah, ataksia, dan tanpa nyeri perut.
2.      Ketoasidosis diabetikum
Dehidrasi sedang hingga berat, riwayat polidipsi, poliuri dan polifagi.
3.      Korpus alienum
Dihubungkan dengan kejadian tersedak berulang, batuk terjadi tiba-tiba atau air liur yang menetes.
4.      Gastroenteritis
Sangat sering terjadi; sering adanya riwayat kontak dengan orang yang sakit, biasanya diikuti oleh diare dan demam.
5.      Trauma kepala
Muntah sering atau progresif menandakan konkusi atau perdarahan intrakranial.
6.      Hernia inkarserasi
Onset dari menangis, anoreksia dan pembengkakan skrotum yang terjadi tiba-tiba.
7.      Intussusepsi
Puncaknya terjadi pada bulan ke 6-18 kehidupan; pasien jarang mengalami diare atau demam dibandingkan dengan anak yang mengidap gastroenteritis.
8.      Posttusive
Seringkali, anak-anak akan muntah setelah batuk berulang atau batuk yang dipaksakan.
9.      Pielonefritis
Demam tinggi, tampak sakit, disuria atau polakisuria. Pasien mungkin mempunyai riwayat infeksi traktus urinarius sebelumnya

Usia 6 tahun ke atas
1.      Adhesi
Terutama setelah operasi abdominal atau peritonitis.
2.      Appendisitis
Manifestasi klinis dan lokasi nyeri bervariasi. Gejala sering terjadi termasuk nyeri yang semakin meningkat, menjalar ke kuadran kanan bawah, muntah didahului oleh nyeri, anoreksia, demam subfebril, dan konstipasi.


3.      Kolesistitis
Lebih sering terjadi pada perempuan, terutama dengan penyakit hemolitik (contohnya, anemia sel sabit). Ditandai dengan nyeri epigastrium atau kuadran kanan atas yang terjadi secara tiba-tiba setelah makan.
4.      Hepatitis
Terutama disebabkan oleh infeksi virus atau akibat obat; pasien mungkin mempunyai riwayat buang air besar berwarna seperti dempul atau urin berwarna seperti teh pekat.
5.      Inflammatory bowel disease
Berkaitan dengan diare, hematokezia, dan nyeri perut. Striktura bisa menyebabkan terjadinya obstruksi.
6.      Intoksikasi
Lebih sering terjadi pada anak yang sedang belajar berjalan dan remaja. Dicurigai jika mempunyai riwayat depresi. Bisa juga disertai oleh gangguan status mental.
7.      Migrain
Nyeri kepala yang berat; sering terdapatnya aura sebelum serangan seperti skotoma. Pasien mungkin mempunyai riwayat nyeri kepala kronis atau riwayat keluarga dengan migrain.
8.      Pankreatitis
Faktor resiko termasuk trauma perut bagian atas, riwayat infeksi sebelumnya atau sedang infeksi, penggunaan kortikosteroid, alkohol dan kolelitiasis.
9.      Ulkus peptikum
Pada remaja, ratio wanita:pria = 4:1. Nyeri epigastrium kronik atau berulang, sering memburuk pada waktu malam.
C.     Patofisiologi
Kemampuan untuk memuntahkan merupakan suatu keuntungan karena memungkinkan pengeluaran toksin dari lambung. Muntah terjadi bila terdapat rangsangan pada pusat muntah yang berasal dari, gastrointestinal, vestibulo okular, aferen kortikal yang lebih tinggi, menuju CVC kemudian dimulai nausea, retching, ekpulsi isi lambung.
Ada 2 regio anatomi di medulla yang mengontrol muntah, 1) chemoreceptor trigger zone (CTZ) dan 2) central vomiting centre (CVC). CTZ terletak di area postrema pada dasar ujung caudal ventrikel IV di luar blood brain barrier (sawar otak). Koordinasi pusat muntah dapat dirangsang melalui berbagai jaras. Muntah dapat terjadi karena tekanan psikologis melalui jaras yang kortek serebri dan sistem limbik menuju pusat muntah (CVC) dan jika pusat muntah terangsang melalui vestibular atau sistim vestibuloserebelum dari labirin di dalam telinga. Rangsangan bahan kimia melalui darah atau cairan otak (LCS ) akan terdeteksi oleh CTZ. Mekanisme ini menjadi target dari banyak obat anti emetik. Nervus vagus dan visera merupakan jaras keempat yang menstimulasi muntah melalui iritasi saluran cerna dan pengosongan lambung yang lambat. Sekali pusat muntah terangsang maka cascade ini akan berjalan dan akan menyebabkan timbulnya muntah. Pencegahan muntah mungkin dapat melalui mekanisme ini.
D.    Prognosa
Prognosis pasien dengan gejala muntah tergantung pada derajat dehidrasi dan penatalaksanaan dehidrasi, etiologi penyakit yang menyebabkan muntah, serta komplikasi yang terjadi dari muntah itu sendiri.
E.     Komplikasi
a. Komplikasi metabolik :
Dehidrasi, alkalosis metabolikgangguan elektrolit dan asam basa, deplesi kalium, natrium. Dehidrasi terjadi sebagai akibat dari hilangnya cairan lewat muntah atau masukan yang kurang oleh karena selalu muntah. Alkalosis sebagai akibat dari hilangnya asam lambung, hal ini diperberat oleh masuknya ion hidrogen ke dalam sel karena defisiensi kalium dan berkurangnya natriumekstraseluler. Kalium dapat hilang bersama bahan muntahan dan keluar lewat ginjal bersama-sama bikarbonat. Natrium dapat hilang lewat muntah dan urine.Pada keadaan alkalosis yang berat, pH urine dapat 7 atau 8, kadar natrium dan kalium urine tinggi walaupun terjadi deplesi Natrium dan Kalium
b. Gagal Tumbuh Kembang
Muntah berulang dan cukup hebat menyebabkan gangguan gizi karena intake menjadi sangat berkurang dan bila hal ini terjadi cukup lama, maka akan terjadi kegagalan tumbuh kembang.
c. Aspirasi Isi Lambung
Aspirasi bahan muntahan dapat menyebabkan asfiksia. Episode aspirasi ringan berulang menyebabkan timbulnya infeksi saluran nafas berulang. Hal ini terjadi sebagai konsekuensi GERD.
d. Mallory Weiss syndrome
Merupakan laserasi linier pada mukosa perbatasan esofagus dan lambung.Biasanya terjadi pada muntah hebat berlangsung lama. Pada pemeriksaan endoskopi ditemukan kemerahan pada mukosa esofagus bagian bawah daerah LES. Dalam waktu singkat akan sembuh. Bila anemia terjadi karena perdarahan hebat perlu dilakukan transfusi darah
e. Peptik esofagitis
Akibat refluks berkepanjangan pada muntah kronik menyebabkan iritasimukosa esophagus oleh asam lambung.
F.      Pencegahan
Untuk mencegah hal tersebut posisi bayi dapat dimiringkan atau tengkurap dan bukannya terlentang.


G.    Pemeriksaan penunjang
1.       Pemeriksaan laboratorium
a)      Darah lengkap
b)      Elektrolit serum pada bayi dan anak yang dicurigai mengalami dehidrasi.
c)      Urinalisis, kultur urin, ureum dan kreatinin untuk mendeteksi adanya infeksi atau kelainan  saluran kemih atau adanya kelainan metabolik.
d)     Asam amino plasma dan asam organik urin perlu diperiksa bila dicurigai adanya penyakit metabolik yang ditandai dengan asidosis metabolik berulang yang tidak jelas penyebabnya.
e)      Amonia serum perlu diperiksa pada muntah siklik untuk menyingkirkan kemungkinan defek pada siklus urea.
f)        Faal hepar, amonia serum, dan kadar glukosa darah perlu diperiksa bila dicurigai ke arah penyakit hati.
g)      Amilase serum biasanya akan meningkat pada pasien pankreatitis akut. Kadar lipase serum lebih bermanfaat karena kadarnya tetap meninggi selama beberapa hari setelah serangan akut.
h)      Feses lengkap, darah samar dan parasit pada pasien yang dicurigai gastroenteritis atau infeksi parasit.
2.         Ultrasonografi
Dilakukan pada pasien dengan kecurigaan stenosis pilorik, akan tetapi dua pertiga bayi akan memiliki hasil yang negatif sehingga menbutuhkan pemeriksaan barium meal.
3.         Foto polos abdomen
a)      Posisi supine dan left lateral decubitus digunakan untuk mendeteksi malformasi anatomik kongenital atau adanya obstruksi.
b)      Gambaran air-fluid levels menandakan adanya obstruksi tetapi tanda ini tidak spesifik karena dapat ditemukan pada gastroenteritis
c)      Gambaran udara bebas pada rongga abdomen, biasanya di bawah diafragma menandakan adanya perforasi.
4.         Barium meal
Tindakan ini menggunakan kontras yang nonionik, iso-osmolar, serta larut air. Dilakukan bila curiga adanya kelainan anatomis dan atau keadaan yang menyebabkan obstruksi pada pengeluaran gaster.
5.         Barium enema
Untuk mendeteksi obstrusi usus bagian bawah dan bisa sebagai terapi pada intususepsi.
H.    Penatalaksanaan
Penatalaksanaan awal pada pasien dengan keluhan muntah adalah mengkoreksi keadaan hipovolemi dan gangguan elektrolit. Pada penyakit gastroenteritis akut dengan muntah, obat rehidrasi oral biasanya sudah cukup untuk mengatasi dehidrasi.
Pada muntah bilier atau suspek obstuksi intestinal penatalaksanaan awalnya adalah dengan tidak memberikan makanan secara peroral serta memasang nasogastic tubeyang dihubungkan dengan intermittent suction. Pada keadaan ini memerlukan konsultasi dengan bagian bedah untuk penatalaksanaan lebih lanjut.
Pengobatan muntah ditujukan pada penyebab spesifik muntah yang dapat diidentifikasi. Penggunaan antiemetik pada bayi dan anak tanpa mengetahui penyebab yang jelas tidak dianjurkan. Bahkan kontraindikasi pada bayi dan anak dengan gastroenteritis sekunder atau kelainan anatomis saluran gastrointestinal yang merupakan kasus bedah misalnya, hiperthrophic pyoric stenosis (HPS), apendisitis, batu ginjal, obstruksi usus, dan peningkatan tekanan intrakranial. Hanya pada keadaan tertentu antiemetik dapat digunakan dan mungkin efektif, misalnya pada mabuk perjalanan (motion sickness), mual dan muntah pasca operasi, kemoterapi kanker, muntah siklik, gastroparesis, dan gangguan motilitas saluran gastrointestinal.
Terapi farmakologis muntah pada bayi dan anak adalah sebagai berikut :
1.      Antagonis dopamin
Tidak diperlukan pada muntah akut disebabkan infeksi gastrointestinal karena biasanya merupakan self limited. Obat-obatan antiemetik biasanya diperlukan pada muntah pasca operasi, mabuk perjalanan, muntah yang disebabkan oleh obat-obatan sitotoksik, dan penyakit refluks gastroesofageal. Contohnya Metoklopramid dengan dosis pada bayi 0.1 mg/kgBB/kali PO 3-4 kali per hari. Pasca operasi 0.25 mg/kgBB per dosis IV 3-4 kali/hari bila perlu. Dosis maksimal pada bayi 0.75 mg/kgBB/hari. Akan tetapi obat ini sekarang sudah jarang digunakan karena mempunyai efek ekstrapiramidal seperti reaksi distonia dan diskinetik serta krisis okulonergik.
Domperidon adalah obat pilihan yang banyak digunakan sekarang ini karenadapat dikatakan lebih aman. Domperidon merupakan derivate benzimidazolin yang secara invitro merupakan antagonis dopamine. Domperidon mencegah refluks esophagus berdasarkan efek peningkatan tonus sfingter esophagus bagian bawah.
2.      Antagonisme terhadap histamine (AH1)
Diphenhydramine dan Dimenhydrinate (Dramamine) termasuk dalam golongan etanolamin. Golongan etanolamin memiliki efek antiemetik paling kuat diantara antihistamin (AH1) lainnya. Kedua obat ini bermanfaat untuk mengatasi mabuk perjalanan (motion sickness) atau kelainan vestibuler. Dosisnya oral: 1-1,5mg/kgBB/hari dibagi dalam 4-6 dosis. IV/IM: 5 mg/kgBB/haridibagi dalam 4 dosis.
3.      Prokloperazin dan Klorpromerazin
Merupakan derivate fenotiazin. Dapat mengurangi atau mencegah muntah yang disebabkan oleh rangsangan pada CTZ. Mempunyai efek kombinasi antikolinergik dan antihistamin untuk mengatasi muntah akibat obat-obatan, radiasi dan gastroenteritis. Hanya boleh digunakan untuk anak diatas 2 tahun dengan dosis 0.4–0.6 mg/kgBB/hari tiap dibagi dalam 3-4 dosis, dosis maksimal berat badan <20>
4.      Antikolinergik
Skopolamine dapat juga memberikan perbaikan pada muntah karena faktor vestibular atau stimulus oleh mediator proemetik. Dosis yang digunakan adalah 0,6 mikrogram/kgBB/ hari dibagi dalam 4 dosis dengan dosis maksimal 0,3mg per dosis.
5.      5-HT3 antagonis serotonin
Yang sering digunakan adalah Ondanasetron. Mekanisme kerjanya diduga dilangsungkan dengan mengantagonisasi reseptor 5-HT yang terdapat pada CTZ di area postrema otak dan mungkin juga pada aferen vagal saluran cerna. Ondansentron tidak efektif untuk pengobatan motion sickness. Dosis mengatasi muntah akibat kemoterapi 4–18 tahun: 0.15 mg/kgBB IV 30 menit senelum kemoterapi diberikan, diulang 4 dan 8 jam setelah dosis pertama diberikan kemudiansetiap 8jam untuk 1-2 hari berikutnya. Dosis pascaoperasi: 2–12 yr <40>40 kg: 4 mg IV; >12 yr: dosis dewasa8 mg PO/kali.
I.       Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
1.      Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
2.      Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan absorbsi
3.      Nausea berhubungan dengan iritasi gastric
4.      ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovolemia
5.      resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan status metabolic
6.      cemas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
J.       Rencana asuhan keperawatan
Diagnosa : Defisit volume cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan output cairan yang berlebihan.
Tujuan : Devisit cairan dan elektrolit teratasi
Kriteriahasil : Tanda-tanda dehidrasi tidak ada, mukosa mulut dan bibir lembab, balan cairan seimbang.
Intervensi :
- Observasi tanda-tanda vital.
- Observasi tanda-tanda dehidrasi.
- Ukur infut dan output cairan (balanc ccairan).
- Berikan dan anjurkan keluarga untuk memberikan minum yang banyak kurang lebih 2000 – 2500 cc per hari.
- Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therafi cairan, pemeriksaan lab elektrolit.
- Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian cairan rendah sodium.
Diagnosa : Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan adanya rasa mual dan muntah
Tujuan : Mempertahankan keseimbangan volume cairan.
Kriteria Hasil : Klien tidak mual dan muntah.
Intervensi :
- Monitortanda-tandavital.
Rasional : Merupakan indicator secara dini tentang hypovolemia.
- Monitor intake dan out put dan konsentrasi urine.
Rasional : Menurunnya out put dan konsentrasi urine akan meningkatkan kepekaan/endapan sebagai salah satu kesan adanya dehidrasi dan membutuhkan peningkatan cairan.
- Beri cairan sedikit demi sedikit tapi sering.
Rasional : Untuk meminimalkan hilangnya cairan.
- Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan tubuh, ditandai dengan : Suhu tubuh di atas normal. Frekuensi pernapasan meningkat.
Diagnosa : Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake menurun. Nafsu makan menurun Berat badan menurun Porsi makan tidak dihabiskan Ada rasa mual muntah.
Tujuan : klien mampu merawat diri sendiri
Intervensi :
- Kaji sejauh mana ketidakadekuatan nutrisi klien
Rasional : menganalisa penyebab melaksanakan intervensi.
- Perkirakan / hitung pemasukan kalori, jaga komentar tentang nafsu makan sampai minimal
Rasional : Mengidentifikasi kekurangan / kebutuhan nutrisi berfokus pada masalah membuat suasana negatif dan mempengaruhi masukan.
- Timbang berat badan sesuai indikasi
Rasional : Mengawasi keefektifan secara diet.
- Beri makan sedikit tapi sering
Rasional : Tidak memberi rasa bosan dan pemasukan nutrisi dapat ditingkatkan.
- Anjurkan kebersihan oral sebelum makan
Rasional : Mulut yang bersih meningkatkan nafsu makan
- Tawarkan minum saat makan bila toleran.
Rasional : Dapat mengurangi mual dan menghilangkan gas.
- Konsul tetang kesukaan/ketidaksukaan pasien yang menyebabkan distres.
Rasional : Melibatkan pasien dalam perencanaan, memampukan pasien memiliki rasa kontrol dan mendorong untuk makan.
- Memberi makanan yang bervariasi
Rasional : Makanan yang bervariasi dapat meningkatkan nafsu makan klien.
K.    Daftar pustaka
Putra, Deddy Satriya. Muntah pada anak. Di sunting dan di terbitkan Klinik Dr. Rocky™. Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Arifin Achmad/ FK-UNRI. Pekanbaru
 Suraatmaja, Sudaryat. 2005. Muntah pada bayi dan anak dalam kapita selekta gastroenterologi anak. CV. Sagung Seto. Jakartaa
11:52 PM 0 Comments

LAPORAN PENDAHULUAN VOMITUS (MUNTAH)



LAPORAN PENDAHULUAN VOMITUS (MUNTAH)

A.    Definisi
Muntah adalah suatau refleks kompleks yang diperantarai oleh pusat muntah di medulla oblongata otak.
Muntah adalah pengeluaran isi lambung secara eksklusif melalui mulut dengan bantuan kontraksi otot- otot perut. Perlu dibedakan antara regurgitasi, ruminasi, ataupun refluesophagus. Regurgitasi adalah makanan yang dikeluarkan kembali kemulut akibat gerakan peristaltic esophagus, ruminasi adalah pengeluaran makanan secra sadar untuk dikunyah kemudian ditelan kembali. Sedangkan refluesophagus merupakan kembalinya isi lambung kedalam esophagus dengan cara pasif yang dapat disebabkan oleh hipotoni spingter eshopagus bagian bawah, posisi abnormal sambungan esophagus dengan kardial atau pengosongan isi lambung yang lambat.
B.     Etiologi
Pembahasan etiologi muntah pada bayi dan anak berdasarkan usia adalah sebagai berikut
Usia 0 – 2 Bulan :
1.         Kolitis Alergika
Alergi terhadap susu sapi atau susu formula berbahan dasar kedelai. Biasanya diikuti dengan diare, perdarahan rektum, dan rewel.
2.         Kelainan anatomis dari saluran gastrointestinal
Kelainan kongenital, termasuk stenosis atau atresia. Manifestasinya berupa intoleransi terhadap makanan pada beberapa hari pertama kehidupan.
3.         Refluks Esofageal
Regurgitasi yang sering terjadi segera setelah pemberian susu. Sangat sering terjadi pada neonatus; secara klinis penting bila keadaan ini menyebabkan gagal tumbuh kembang, apneu, atau bronkospasme.
4.         Peningkatan tekanan intrakranial
Rewel atau letargi disertai dengan distensi abdomen, trauma lahir dan shaken baby syndrome.
5.         Malrotasi dengan volvulus
80% dari kasus ini ditemukan pada bulan pertama kehidupan, kebanyakan disertai emesis biliaris.
6.         Ileus mekonium
Inspissated meconium pada kolon distal; dapat dipikirkan diagnosis cystic fibrosis.
7.         Necrotizing Enterocolitis
Sering terjadi khususnya pada bayi prematur terutama jika mengalami hipoksia saat lahir. Dapat disertai dengan iritabilitas atau rewel, distensi abdomen dan hematokezia.
8.         Overfeeding
Regurgitasi dari susu yang tidak dapat dicerna, wet-burps sering pada bayi dengan kelebihan berat badan yang diberi air susu secara berlebihan.

9.         Stenosis pylorus
Puncaknya pada usia 3-6 minggu kehidupan. Rasio laki-laki banding wanita adalah 5:1 dan keadaan ini sering terjadi pada anak laki-laki pertama. Manifestasi klinisnya secara progresif akan semakin memburuk, proyektil, dan emesis nonbiliaris.

Usia 2 bulan-5 tahun
1.         Tumor otak
Pikirkan terutama jika ditemukan sakit kepala yang progresif, muntah-muntah, ataksia, dan tanpa nyeri perut.
2.      Ketoasidosis diabetikum
Dehidrasi sedang hingga berat, riwayat polidipsi, poliuri dan polifagi.
3.      Korpus alienum
Dihubungkan dengan kejadian tersedak berulang, batuk terjadi tiba-tiba atau air liur yang menetes.
4.      Gastroenteritis
Sangat sering terjadi; sering adanya riwayat kontak dengan orang yang sakit, biasanya diikuti oleh diare dan demam.
5.      Trauma kepala
Muntah sering atau progresif menandakan konkusi atau perdarahan intrakranial.
6.      Hernia inkarserasi
Onset dari menangis, anoreksia dan pembengkakan skrotum yang terjadi tiba-tiba.
7.      Intussusepsi
Puncaknya terjadi pada bulan ke 6-18 kehidupan; pasien jarang mengalami diare atau demam dibandingkan dengan anak yang mengidap gastroenteritis.
8.      Posttusive
Seringkali, anak-anak akan muntah setelah batuk berulang atau batuk yang dipaksakan.
9.      Pielonefritis
Demam tinggi, tampak sakit, disuria atau polakisuria. Pasien mungkin mempunyai riwayat infeksi traktus urinarius sebelumnya

Usia 6 tahun ke atas
1.      Adhesi
Terutama setelah operasi abdominal atau peritonitis.
2.      Appendisitis
Manifestasi klinis dan lokasi nyeri bervariasi. Gejala sering terjadi termasuk nyeri yang semakin meningkat, menjalar ke kuadran kanan bawah, muntah didahului oleh nyeri, anoreksia, demam subfebril, dan konstipasi.


3.      Kolesistitis
Lebih sering terjadi pada perempuan, terutama dengan penyakit hemolitik (contohnya, anemia sel sabit). Ditandai dengan nyeri epigastrium atau kuadran kanan atas yang terjadi secara tiba-tiba setelah makan.
4.      Hepatitis
Terutama disebabkan oleh infeksi virus atau akibat obat; pasien mungkin mempunyai riwayat buang air besar berwarna seperti dempul atau urin berwarna seperti teh pekat.
5.      Inflammatory bowel disease
Berkaitan dengan diare, hematokezia, dan nyeri perut. Striktura bisa menyebabkan terjadinya obstruksi.
6.      Intoksikasi
Lebih sering terjadi pada anak yang sedang belajar berjalan dan remaja. Dicurigai jika mempunyai riwayat depresi. Bisa juga disertai oleh gangguan status mental.
7.      Migrain
Nyeri kepala yang berat; sering terdapatnya aura sebelum serangan seperti skotoma. Pasien mungkin mempunyai riwayat nyeri kepala kronis atau riwayat keluarga dengan migrain.
8.      Pankreatitis
Faktor resiko termasuk trauma perut bagian atas, riwayat infeksi sebelumnya atau sedang infeksi, penggunaan kortikosteroid, alkohol dan kolelitiasis.
9.      Ulkus peptikum
Pada remaja, ratio wanita:pria = 4:1. Nyeri epigastrium kronik atau berulang, sering memburuk pada waktu malam.
C.     Patofisiologi
Kemampuan untuk memuntahkan merupakan suatu keuntungan karena memungkinkan pengeluaran toksin dari lambung. Muntah terjadi bila terdapat rangsangan pada pusat muntah yang berasal dari, gastrointestinal, vestibulo okular, aferen kortikal yang lebih tinggi, menuju CVC kemudian dimulai nausea, retching, ekpulsi isi lambung.
Ada 2 regio anatomi di medulla yang mengontrol muntah, 1) chemoreceptor trigger zone (CTZ) dan 2) central vomiting centre (CVC). CTZ terletak di area postrema pada dasar ujung caudal ventrikel IV di luar blood brain barrier (sawar otak). Koordinasi pusat muntah dapat dirangsang melalui berbagai jaras. Muntah dapat terjadi karena tekanan psikologis melalui jaras yang kortek serebri dan sistem limbik menuju pusat muntah (CVC) dan jika pusat muntah terangsang melalui vestibular atau sistim vestibuloserebelum dari labirin di dalam telinga. Rangsangan bahan kimia melalui darah atau cairan otak (LCS ) akan terdeteksi oleh CTZ. Mekanisme ini menjadi target dari banyak obat anti emetik. Nervus vagus dan visera merupakan jaras keempat yang menstimulasi muntah melalui iritasi saluran cerna dan pengosongan lambung yang lambat. Sekali pusat muntah terangsang maka cascade ini akan berjalan dan akan menyebabkan timbulnya muntah. Pencegahan muntah mungkin dapat melalui mekanisme ini.
D.    Prognosa
Prognosis pasien dengan gejala muntah tergantung pada derajat dehidrasi dan penatalaksanaan dehidrasi, etiologi penyakit yang menyebabkan muntah, serta komplikasi yang terjadi dari muntah itu sendiri.
E.     Komplikasi
a. Komplikasi metabolik :
Dehidrasi, alkalosis metabolikgangguan elektrolit dan asam basa, deplesi kalium, natrium. Dehidrasi terjadi sebagai akibat dari hilangnya cairan lewat muntah atau masukan yang kurang oleh karena selalu muntah. Alkalosis sebagai akibat dari hilangnya asam lambung, hal ini diperberat oleh masuknya ion hidrogen ke dalam sel karena defisiensi kalium dan berkurangnya natriumekstraseluler. Kalium dapat hilang bersama bahan muntahan dan keluar lewat ginjal bersama-sama bikarbonat. Natrium dapat hilang lewat muntah dan urine.Pada keadaan alkalosis yang berat, pH urine dapat 7 atau 8, kadar natrium dan kalium urine tinggi walaupun terjadi deplesi Natrium dan Kalium
b. Gagal Tumbuh Kembang
Muntah berulang dan cukup hebat menyebabkan gangguan gizi karena intake menjadi sangat berkurang dan bila hal ini terjadi cukup lama, maka akan terjadi kegagalan tumbuh kembang.
c. Aspirasi Isi Lambung
Aspirasi bahan muntahan dapat menyebabkan asfiksia. Episode aspirasi ringan berulang menyebabkan timbulnya infeksi saluran nafas berulang. Hal ini terjadi sebagai konsekuensi GERD.
d. Mallory Weiss syndrome
Merupakan laserasi linier pada mukosa perbatasan esofagus dan lambung.Biasanya terjadi pada muntah hebat berlangsung lama. Pada pemeriksaan endoskopi ditemukan kemerahan pada mukosa esofagus bagian bawah daerah LES. Dalam waktu singkat akan sembuh. Bila anemia terjadi karena perdarahan hebat perlu dilakukan transfusi darah
e. Peptik esofagitis
Akibat refluks berkepanjangan pada muntah kronik menyebabkan iritasimukosa esophagus oleh asam lambung.
F.      Pencegahan
Untuk mencegah hal tersebut posisi bayi dapat dimiringkan atau tengkurap dan bukannya terlentang.


G.    Pemeriksaan penunjang
1.       Pemeriksaan laboratorium
a)      Darah lengkap
b)      Elektrolit serum pada bayi dan anak yang dicurigai mengalami dehidrasi.
c)      Urinalisis, kultur urin, ureum dan kreatinin untuk mendeteksi adanya infeksi atau kelainan  saluran kemih atau adanya kelainan metabolik.
d)     Asam amino plasma dan asam organik urin perlu diperiksa bila dicurigai adanya penyakit metabolik yang ditandai dengan asidosis metabolik berulang yang tidak jelas penyebabnya.
e)      Amonia serum perlu diperiksa pada muntah siklik untuk menyingkirkan kemungkinan defek pada siklus urea.
f)        Faal hepar, amonia serum, dan kadar glukosa darah perlu diperiksa bila dicurigai ke arah penyakit hati.
g)      Amilase serum biasanya akan meningkat pada pasien pankreatitis akut. Kadar lipase serum lebih bermanfaat karena kadarnya tetap meninggi selama beberapa hari setelah serangan akut.
h)      Feses lengkap, darah samar dan parasit pada pasien yang dicurigai gastroenteritis atau infeksi parasit.
2.         Ultrasonografi
Dilakukan pada pasien dengan kecurigaan stenosis pilorik, akan tetapi dua pertiga bayi akan memiliki hasil yang negatif sehingga menbutuhkan pemeriksaan barium meal.
3.         Foto polos abdomen
a)      Posisi supine dan left lateral decubitus digunakan untuk mendeteksi malformasi anatomik kongenital atau adanya obstruksi.
b)      Gambaran air-fluid levels menandakan adanya obstruksi tetapi tanda ini tidak spesifik karena dapat ditemukan pada gastroenteritis
c)      Gambaran udara bebas pada rongga abdomen, biasanya di bawah diafragma menandakan adanya perforasi.
4.         Barium meal
Tindakan ini menggunakan kontras yang nonionik, iso-osmolar, serta larut air. Dilakukan bila curiga adanya kelainan anatomis dan atau keadaan yang menyebabkan obstruksi pada pengeluaran gaster.
5.         Barium enema
Untuk mendeteksi obstrusi usus bagian bawah dan bisa sebagai terapi pada intususepsi.
H.    Penatalaksanaan
Penatalaksanaan awal pada pasien dengan keluhan muntah adalah mengkoreksi keadaan hipovolemi dan gangguan elektrolit. Pada penyakit gastroenteritis akut dengan muntah, obat rehidrasi oral biasanya sudah cukup untuk mengatasi dehidrasi.
Pada muntah bilier atau suspek obstuksi intestinal penatalaksanaan awalnya adalah dengan tidak memberikan makanan secara peroral serta memasang nasogastic tubeyang dihubungkan dengan intermittent suction. Pada keadaan ini memerlukan konsultasi dengan bagian bedah untuk penatalaksanaan lebih lanjut.
Pengobatan muntah ditujukan pada penyebab spesifik muntah yang dapat diidentifikasi. Penggunaan antiemetik pada bayi dan anak tanpa mengetahui penyebab yang jelas tidak dianjurkan. Bahkan kontraindikasi pada bayi dan anak dengan gastroenteritis sekunder atau kelainan anatomis saluran gastrointestinal yang merupakan kasus bedah misalnya, hiperthrophic pyoric stenosis (HPS), apendisitis, batu ginjal, obstruksi usus, dan peningkatan tekanan intrakranial. Hanya pada keadaan tertentu antiemetik dapat digunakan dan mungkin efektif, misalnya pada mabuk perjalanan (motion sickness), mual dan muntah pasca operasi, kemoterapi kanker, muntah siklik, gastroparesis, dan gangguan motilitas saluran gastrointestinal.
Terapi farmakologis muntah pada bayi dan anak adalah sebagai berikut :
1.      Antagonis dopamin
Tidak diperlukan pada muntah akut disebabkan infeksi gastrointestinal karena biasanya merupakan self limited. Obat-obatan antiemetik biasanya diperlukan pada muntah pasca operasi, mabuk perjalanan, muntah yang disebabkan oleh obat-obatan sitotoksik, dan penyakit refluks gastroesofageal. Contohnya Metoklopramid dengan dosis pada bayi 0.1 mg/kgBB/kali PO 3-4 kali per hari. Pasca operasi 0.25 mg/kgBB per dosis IV 3-4 kali/hari bila perlu. Dosis maksimal pada bayi 0.75 mg/kgBB/hari. Akan tetapi obat ini sekarang sudah jarang digunakan karena mempunyai efek ekstrapiramidal seperti reaksi distonia dan diskinetik serta krisis okulonergik.
Domperidon adalah obat pilihan yang banyak digunakan sekarang ini karenadapat dikatakan lebih aman. Domperidon merupakan derivate benzimidazolin yang secara invitro merupakan antagonis dopamine. Domperidon mencegah refluks esophagus berdasarkan efek peningkatan tonus sfingter esophagus bagian bawah.
2.      Antagonisme terhadap histamine (AH1)
Diphenhydramine dan Dimenhydrinate (Dramamine) termasuk dalam golongan etanolamin. Golongan etanolamin memiliki efek antiemetik paling kuat diantara antihistamin (AH1) lainnya. Kedua obat ini bermanfaat untuk mengatasi mabuk perjalanan (motion sickness) atau kelainan vestibuler. Dosisnya oral: 1-1,5mg/kgBB/hari dibagi dalam 4-6 dosis. IV/IM: 5 mg/kgBB/haridibagi dalam 4 dosis.
3.      Prokloperazin dan Klorpromerazin
Merupakan derivate fenotiazin. Dapat mengurangi atau mencegah muntah yang disebabkan oleh rangsangan pada CTZ. Mempunyai efek kombinasi antikolinergik dan antihistamin untuk mengatasi muntah akibat obat-obatan, radiasi dan gastroenteritis. Hanya boleh digunakan untuk anak diatas 2 tahun dengan dosis 0.4–0.6 mg/kgBB/hari tiap dibagi dalam 3-4 dosis, dosis maksimal berat badan <20>
4.      Antikolinergik
Skopolamine dapat juga memberikan perbaikan pada muntah karena faktor vestibular atau stimulus oleh mediator proemetik. Dosis yang digunakan adalah 0,6 mikrogram/kgBB/ hari dibagi dalam 4 dosis dengan dosis maksimal 0,3mg per dosis.
5.      5-HT3 antagonis serotonin
Yang sering digunakan adalah Ondanasetron. Mekanisme kerjanya diduga dilangsungkan dengan mengantagonisasi reseptor 5-HT yang terdapat pada CTZ di area postrema otak dan mungkin juga pada aferen vagal saluran cerna. Ondansentron tidak efektif untuk pengobatan motion sickness. Dosis mengatasi muntah akibat kemoterapi 4–18 tahun: 0.15 mg/kgBB IV 30 menit senelum kemoterapi diberikan, diulang 4 dan 8 jam setelah dosis pertama diberikan kemudiansetiap 8jam untuk 1-2 hari berikutnya. Dosis pascaoperasi: 2–12 yr <40>40 kg: 4 mg IV; >12 yr: dosis dewasa8 mg PO/kali.
I.       Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
1.      Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
2.      Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan absorbsi
3.      Nausea berhubungan dengan iritasi gastric
4.      ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovolemia
5.      resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan status metabolic
6.      cemas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
J.       Rencana asuhan keperawatan
Diagnosa : Defisit volume cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan output cairan yang berlebihan.
Tujuan : Devisit cairan dan elektrolit teratasi
Kriteriahasil : Tanda-tanda dehidrasi tidak ada, mukosa mulut dan bibir lembab, balan cairan seimbang.
Intervensi :
- Observasi tanda-tanda vital.
- Observasi tanda-tanda dehidrasi.
- Ukur infut dan output cairan (balanc ccairan).
- Berikan dan anjurkan keluarga untuk memberikan minum yang banyak kurang lebih 2000 – 2500 cc per hari.
- Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therafi cairan, pemeriksaan lab elektrolit.
- Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian cairan rendah sodium.
Diagnosa : Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan adanya rasa mual dan muntah
Tujuan : Mempertahankan keseimbangan volume cairan.
Kriteria Hasil : Klien tidak mual dan muntah.
Intervensi :
- Monitortanda-tandavital.
Rasional : Merupakan indicator secara dini tentang hypovolemia.
- Monitor intake dan out put dan konsentrasi urine.
Rasional : Menurunnya out put dan konsentrasi urine akan meningkatkan kepekaan/endapan sebagai salah satu kesan adanya dehidrasi dan membutuhkan peningkatan cairan.
- Beri cairan sedikit demi sedikit tapi sering.
Rasional : Untuk meminimalkan hilangnya cairan.
- Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan tubuh, ditandai dengan : Suhu tubuh di atas normal. Frekuensi pernapasan meningkat.
Diagnosa : Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake menurun. Nafsu makan menurun Berat badan menurun Porsi makan tidak dihabiskan Ada rasa mual muntah.
Tujuan : klien mampu merawat diri sendiri
Intervensi :
- Kaji sejauh mana ketidakadekuatan nutrisi klien
Rasional : menganalisa penyebab melaksanakan intervensi.
- Perkirakan / hitung pemasukan kalori, jaga komentar tentang nafsu makan sampai minimal
Rasional : Mengidentifikasi kekurangan / kebutuhan nutrisi berfokus pada masalah membuat suasana negatif dan mempengaruhi masukan.
- Timbang berat badan sesuai indikasi
Rasional : Mengawasi keefektifan secara diet.
- Beri makan sedikit tapi sering
Rasional : Tidak memberi rasa bosan dan pemasukan nutrisi dapat ditingkatkan.
- Anjurkan kebersihan oral sebelum makan
Rasional : Mulut yang bersih meningkatkan nafsu makan
- Tawarkan minum saat makan bila toleran.
Rasional : Dapat mengurangi mual dan menghilangkan gas.
- Konsul tetang kesukaan/ketidaksukaan pasien yang menyebabkan distres.
Rasional : Melibatkan pasien dalam perencanaan, memampukan pasien memiliki rasa kontrol dan mendorong untuk makan.
- Memberi makanan yang bervariasi
Rasional : Makanan yang bervariasi dapat meningkatkan nafsu makan klien.
K.    Daftar pustaka
Putra, Deddy Satriya. Muntah pada anak. Di sunting dan di terbitkan Klinik Dr. Rocky™. Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Arifin Achmad/ FK-UNRI. Pekanbaru
 Suraatmaja, Sudaryat. 2005. Muntah pada bayi dan anak dalam kapita selekta gastroenterologi anak. CV. Sagung Seto. Jakarta